Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Humanisme, Dari Mana Asalnya(?)

Humanisme adalah salah satu fenomena yang muncul dan berkembang seiring dengan adanya pemikiran-pemikiran filsafat besar lainnya. Tak bisa dipungkiri bahwa istilah humanisme bisa digambarkan sebagai sebuah cita-cita manusia untuk menjadi spesies yang paling sempurna dibandingkan dengan lainnya, bahkan penguasa langit sekalipun. Namun banyak juga penafsiran lain yang memberikan berbagai argumen tentang munculnya humanisme itu sendiri. Oleh karena itulah pada kesempatan kali ini, akan diulas mengenai sejarah singkat dari humanisme. Semoga bermanfaat.

Beberapa waktu terakhir ini, ada dua aliran utama yang dominan dalam menafsirkan gerakan ini. Pertama, humanisme dipandang sebagai suatu gerakan yang mencurahkan perhatian pada ilmu-ilmu yang mempelajari karya-karya klasik dan filologi. Kedua, humanisme adalah filsafat baru dari Renaisans. Seperti yang akan menjadi jelas, kedua penafsiran mengenai humanisme ini mempunyai kekurangan-kekurangan yang serius.
(McGrath, Alister E. 1988. Sejarah Pemikiran Reformasi. BPK Gunung Mulia: Jakarta. Hlm 54)

Humanisme dalam buku lain disebutkan berkaitan dengan eksistensi manusia, bagian dari aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok dari segala sesuatu adalah kesempurnaan manusia. Aliran ini memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya. Ada 4 aliran filsafat yang mengklaim dirinya sebagai salah satu bagian dari humanisme, yakni (1) liberalisme Barat, (2) Marxisme, (3) eksistensialisme, dan (4) agama.
(Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni Ahmad. 2008. Filsafat Umum: dari Metologi sampai Teofilosofi. Pustaka Setia: Bandung. Hlm 341)
Dengan kata lain humanisme bisa diartikan sebagai keinginan manusia untuk terbebas dari berbagai belenggu yang menghambat dan menghalangi manusia untuk mencapai eksistensinya.

Pada aliran pertama yang memandang tentang klaim dirinya sebagai anak dari Humanisme, yakni Liberalisme Barat, berpandangan bahwa aliran ini merupakan pewaris asli dari filsafat Yunani dan peradaban humanisme mulai dari Yunani Kuno-Eropa. Humanisme Yunani berusaha untuk mencapai jati diri manusia dengan seluruh kebenciannya kepada Tuhan dan pengingkaran atas kekuasaan-Nya, serta memutuskan tali perhambatan manusia dengan ‘langit’. Humanisme Yunani hanya memperhatikan unsur yang mengangungkan keindahan kekuasaan atau kenikmatan bagi manusia.
(Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni Ahmad. 2008. Filsafat Umum: dari Metologi sampai Teofilosofi. Pustaka Setia: Bandung. Hlm 343)
Manusia sebagai makluk yang berpikir digambarkan sebagai makhluk yang ingin merdeka dari semua unsur yang mengekang mereka, terutama unsur-unsur religiusitas yang menganggap bahwa dewa atau Tuhan adalah pengatur segalanya di dunia ini. Kemerdekaan yang diharapkan oleh manusia menjadi alasan yang paling menggiurkan sehingga manusia tidak perlu lagi takut pada hal-hal yang bisa mengancam hidup mereka seperti siksaan para dewa dan sebagainya. Dalam perkembangannya manusia berfokus pada keindahan tubuh yang dimiliki oleh seluruh manusia sebagai objek yang bisa mengalihkan dari ketakutan akan dewa dan penguasa langit. Inilah yang kemudian menyebabkan munculnya berbagai pertentangan antara humanisme dan juga theisme.

Sedangkan Marxisme, berpandangan bahwa mereka akan mencoba untuk merealisasikan manusia sebagai metode untuk merealisasikan Humanisme dalam bentuk manusia sempurna. Dalam pandangan Marxisme, mereka ingin tunduk pada satu ideologi tunggal yang di dalamnya terdapat manusia tanpa kelas, yang jauh dari ‘kesengsaraan’. Pada aliran ketiga, yakni eksistensiaslime, seperti yang dikatakan oleh J.P. Sartre, bahwa “eksistensialisme adalah humanisme itu sendiri”. Dengan kata lain bahwa unsur-unsur eksistensiaslime telah ada pada humanisme, yang bahkan bisa menglahkan dua aliran pemikiran sebelumnya yakni liberalisme barat dan marxisme. Untuk aliran yang terahir, yakni agama (tentang alam), menyebutkan bahwa unsur humanisme juga menjadi induk pemikiran mereka. Seperti yang diketahui bahwa semua agama berbicara mengenai asas hakiki berupa kebahagiaan abadi yang bisa didapatkan oleh semua pemeluk agama dengan berbagai macam cara serta sesuai kepercayaan agamanya masing-masing.



Terlepas dari aliran mana yang merupakan aliran paling tepat mengusung tema tentang humanisme, humanisme bisa dianggap sebagai upaya manusia untuk menjadi makhluk yang paling ‘manusia’ dan terbebas dari belenggu apapun yang bisa menghilangkan sisi kemanusiaan. Dengan begitu, maka manusia yang telah kehilangan kebebasan serta kemerdekaannya bisa disebut sebagai seorang makhluk yang tidak mendapat sisi humanisme itu sendiri. 

Posting Komentar untuk "Humanisme, Dari Mana Asalnya(?)"