Hidup yang Sesungguhnya
Judul di atas membawa pikiran kita kepada sebuah persepsi bahwa ada hidup yang sesungguhnya dan hidup yang tidak sesungguhnya. Yang manakah hidup yang sesungguhnya dan manakah hidup yang tak sesungguhnya? Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahuinya. Karena itu Allah berfirman dalam surat Al-Imran ayat 185 yang artinya "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamatlah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan".
Allah mengatakan dalam firmanNya di atas bahwa kehidupan kita di dunia ini sebenarnya bukanlah kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan kita yang sesungguhnya baru akan terjadi nanti di akhirat. Di dunia ini, kita hanya main-main saja, hanya senda gurau belaka, hanya pamer-pamer gengsi saja.
Bukankah hidup kita ini memang hanya saling pamer saja. Kadang pamer rumahnya yang baru dibangun, kadang hanya pamer mobilnya yang baru dibeli atau seringkali pamer keluarga anak-anak dan berbagai prestasi yang dimilikinya. Padahal, bukankah semua itu hanya bersifat sementara?
Yang pasti, dari semua aspek kehidupan kita ini, sebenarnya hanyalah satu yang pasti yaitu bahwa kita akan mengalami kematian dan meninggalkan semua kebanggaan kita yang bersifat duniawi tersebut. Ketika kita mati, rumah bagus yang kita miliki akan kita tinggalkan. Kita tinggal sendirian saja menghadap Allah Sang Maha Pencipta. Maka, sungguh benar adanya bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Bahkan hanya sekedar senda gurau belaka. Hidup yang sesungguhnya justru akan terjadi setelah kematian nanti.
Boleh jadi kita akan sangat terkejut dengan kehidupan kita sesuadah mati. Kita tidak pernah menyangka bahwa kehidupan sesudah mati itu memiliki bentuk dan ukuran nilai yang sangat berbeda dengan kehdiupan kita di dunia. Bagaikan seorang bayi yang baru lahir, ketika masih di dalam rahim dia terendam dalam air ketuban, tidak bernafas, dan peredaran darah dan jantungnya mengikuti denyut jantung ibunya. Demikian pula, seluruh kebutuhan makanannya dipasok oleh ibunya lewat ari-ari.
Namun, begitu dia terlahir ke dunia, dia menemukan kenyataan yang berbeda, bahwa ia harus bernafas sendiri. Juga harus mempertahankan hidupnya dengan cara makan dan minum yag tidak pernah ia alami sewaktu berada dalam kandungan. Bahkan, dia lantas harus belajar berjalan dan menggerakkan anggota badannya. Dia juga harus mengaktifkan panca inderanya agar bisa berinteraksi dengan dunianya yang baru. Pendek kata, maskipun masih menggunakan badan yang sama, sang bayi ternyata harus hidup di dalam dunia yang berbeda. Peyesuaian dengan kehidupan yang baru itu, persis seperti mengalami kelahiran kembali. Itulah sekelumit pengkiasan tentang keadaan sewaktu kita di dunia dan sewaktu kita di akhirat kelak.
Allah pernah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 48, bahwa bumi dan langit pada waktu di akhirat telah diganti dengan yang baru. Kondisinya sangat jauh berbeda, sehingga menyebabkan kita bisa hidup lebih kekal dibandingkan dengan kehidupan di dunia. Itulah kehidupan yang sesungguhnya.
Oleh :
Tim Redaksi Buletin Ad-Da'wah
(Diterbitkan oleh Ad-Da'wah edisi 24/13 Ramadhan 1427 H / 6 Oktober 2006 M)
Allah mengatakan dalam firmanNya di atas bahwa kehidupan kita di dunia ini sebenarnya bukanlah kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan kita yang sesungguhnya baru akan terjadi nanti di akhirat. Di dunia ini, kita hanya main-main saja, hanya senda gurau belaka, hanya pamer-pamer gengsi saja.
Bukankah hidup kita ini memang hanya saling pamer saja. Kadang pamer rumahnya yang baru dibangun, kadang hanya pamer mobilnya yang baru dibeli atau seringkali pamer keluarga anak-anak dan berbagai prestasi yang dimilikinya. Padahal, bukankah semua itu hanya bersifat sementara?
Yang pasti, dari semua aspek kehidupan kita ini, sebenarnya hanyalah satu yang pasti yaitu bahwa kita akan mengalami kematian dan meninggalkan semua kebanggaan kita yang bersifat duniawi tersebut. Ketika kita mati, rumah bagus yang kita miliki akan kita tinggalkan. Kita tinggal sendirian saja menghadap Allah Sang Maha Pencipta. Maka, sungguh benar adanya bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Bahkan hanya sekedar senda gurau belaka. Hidup yang sesungguhnya justru akan terjadi setelah kematian nanti.
Boleh jadi kita akan sangat terkejut dengan kehidupan kita sesuadah mati. Kita tidak pernah menyangka bahwa kehidupan sesudah mati itu memiliki bentuk dan ukuran nilai yang sangat berbeda dengan kehdiupan kita di dunia. Bagaikan seorang bayi yang baru lahir, ketika masih di dalam rahim dia terendam dalam air ketuban, tidak bernafas, dan peredaran darah dan jantungnya mengikuti denyut jantung ibunya. Demikian pula, seluruh kebutuhan makanannya dipasok oleh ibunya lewat ari-ari.
Namun, begitu dia terlahir ke dunia, dia menemukan kenyataan yang berbeda, bahwa ia harus bernafas sendiri. Juga harus mempertahankan hidupnya dengan cara makan dan minum yag tidak pernah ia alami sewaktu berada dalam kandungan. Bahkan, dia lantas harus belajar berjalan dan menggerakkan anggota badannya. Dia juga harus mengaktifkan panca inderanya agar bisa berinteraksi dengan dunianya yang baru. Pendek kata, maskipun masih menggunakan badan yang sama, sang bayi ternyata harus hidup di dalam dunia yang berbeda. Peyesuaian dengan kehidupan yang baru itu, persis seperti mengalami kelahiran kembali. Itulah sekelumit pengkiasan tentang keadaan sewaktu kita di dunia dan sewaktu kita di akhirat kelak.
Allah pernah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 48, bahwa bumi dan langit pada waktu di akhirat telah diganti dengan yang baru. Kondisinya sangat jauh berbeda, sehingga menyebabkan kita bisa hidup lebih kekal dibandingkan dengan kehidupan di dunia. Itulah kehidupan yang sesungguhnya.
Oleh :
Tim Redaksi Buletin Ad-Da'wah
(Diterbitkan oleh Ad-Da'wah edisi 24/13 Ramadhan 1427 H / 6 Oktober 2006 M)
Posting Komentar untuk "Hidup yang Sesungguhnya"