Kedai Sufi Ibn Turost
Bulan ramadhan merupakan bulan yang istimewa bagi umat yang sholeh, mengapa demikian?
Sebab dalam bulan ramadhan ada ibadah puasa. Ibadah puasa sendiri merupakan ibadah yang mempunyai hubungan khusus antara manusia yang berpuasa dengan Tuhannya. Dalam hadist Qudsi disebutkan "Ibadah puasa merupakan untukku", dalam arti puasa merupakan pengekangan nafsu dari sifat pragmatisme dan Hedonisme. Masalah pengontrolan betul-betul diserahkan kepada manusia. Sehingga orang yang betul-betul beriman saja yang mau melaksanakan ibadah puasa.
Televisi yang pada dasarnya adalah perusahaan informasi yang bersifat bisnis, (baca : bertujuan untuk mencari laba) dengan maksud bagaimana pemirsa itu bisa mengikuti dan mentaati segala tayangan iklannya. Sebab hanya dengan iklan, televisi bisa hidup. Selama sebulan penuh, tayangannya diubah menjadi islami. Format dan penyajiannya pun dikemas sedemikian menarik dengan menghadirkan muballigh kondang, intelektual islam ternama. Selain itu, agar lebih menarik, televisi juga menghadirkan selebritis sebagai pemandu acara keagamaan.
Selama ini televisi sering dikecam banyak pihak yang peduli pada nilai-nilai keluarga dan masyarakat. Televisi dinilai sebagai provokator kekerasan dengan tayangan "baku hantam". Televisi dianggap menjual mimpi yang jauh dari realitas kehidupan orang banyak dengan tayangan sinetron-sinetronnya. Televisi juga dituduh sebagai imam kebodohan dan menenggelamkan akal sehat dengan tayangan cerita-cerita mistis/serial hantu.
Hidup dalam dunia rasional (modern) yang mempunyai watak kosumerisme seperti sekarang ini, hampir seluruh tenaga manusia tertuju pada pemuasan hasrat kebutuhan. Dalam kehidupan masyarakat yang modern segala upaya ditujukan untuk memenuhi hasrat kebutuhan akan kekayaan, kemewahan gaya hidup, popularitas. Norma dan persoalan moralitas tak dianggap begitu penting bagi masyarakat modern.
Dengan begitu, televisi terkesan mengelabuhi masyarakat dengan kesan seolah-olah ikut berjasa dalam menegakkan nilai-nilai kebaikan lewat tayangan keagamaan dalam bulan ramadhan. Pada saat yang sama, televisi menyembunyikan dampak buruk yang ditimbulkannya. Misalnya, semakin menggilanya sifat konsumerisme di blan Ramadhan. Sebuah paradoks muncul dimana ibadah di bulan ramadhan bertujuan mengekang nafsu konsumerisme. Pada saat yang sama, nafsu konsumerisme justru semakin tak terkendali.
(diterbitkan dalam buletin Ad-Da'wah edisi 23/6 Ramadhan 1427 H / 29 September 2006 M)
Sebab dalam bulan ramadhan ada ibadah puasa. Ibadah puasa sendiri merupakan ibadah yang mempunyai hubungan khusus antara manusia yang berpuasa dengan Tuhannya. Dalam hadist Qudsi disebutkan "Ibadah puasa merupakan untukku", dalam arti puasa merupakan pengekangan nafsu dari sifat pragmatisme dan Hedonisme. Masalah pengontrolan betul-betul diserahkan kepada manusia. Sehingga orang yang betul-betul beriman saja yang mau melaksanakan ibadah puasa.
Televisi yang pada dasarnya adalah perusahaan informasi yang bersifat bisnis, (baca : bertujuan untuk mencari laba) dengan maksud bagaimana pemirsa itu bisa mengikuti dan mentaati segala tayangan iklannya. Sebab hanya dengan iklan, televisi bisa hidup. Selama sebulan penuh, tayangannya diubah menjadi islami. Format dan penyajiannya pun dikemas sedemikian menarik dengan menghadirkan muballigh kondang, intelektual islam ternama. Selain itu, agar lebih menarik, televisi juga menghadirkan selebritis sebagai pemandu acara keagamaan.
Selama ini televisi sering dikecam banyak pihak yang peduli pada nilai-nilai keluarga dan masyarakat. Televisi dinilai sebagai provokator kekerasan dengan tayangan "baku hantam". Televisi dianggap menjual mimpi yang jauh dari realitas kehidupan orang banyak dengan tayangan sinetron-sinetronnya. Televisi juga dituduh sebagai imam kebodohan dan menenggelamkan akal sehat dengan tayangan cerita-cerita mistis/serial hantu.
Hidup dalam dunia rasional (modern) yang mempunyai watak kosumerisme seperti sekarang ini, hampir seluruh tenaga manusia tertuju pada pemuasan hasrat kebutuhan. Dalam kehidupan masyarakat yang modern segala upaya ditujukan untuk memenuhi hasrat kebutuhan akan kekayaan, kemewahan gaya hidup, popularitas. Norma dan persoalan moralitas tak dianggap begitu penting bagi masyarakat modern.
Dengan begitu, televisi terkesan mengelabuhi masyarakat dengan kesan seolah-olah ikut berjasa dalam menegakkan nilai-nilai kebaikan lewat tayangan keagamaan dalam bulan ramadhan. Pada saat yang sama, televisi menyembunyikan dampak buruk yang ditimbulkannya. Misalnya, semakin menggilanya sifat konsumerisme di blan Ramadhan. Sebuah paradoks muncul dimana ibadah di bulan ramadhan bertujuan mengekang nafsu konsumerisme. Pada saat yang sama, nafsu konsumerisme justru semakin tak terkendali.
(diterbitkan dalam buletin Ad-Da'wah edisi 23/6 Ramadhan 1427 H / 29 September 2006 M)
Posting Komentar untuk "Kedai Sufi Ibn Turost"